Acehvoice.net, Banda Aceh – Dalam sidang lanjutan perkara dugaan korupsi pengadaan wastafel di Dinas Pendidikan Aceh tahun anggaran 2020, saksi bernama Nuransyah mengungkapkan bahwa ia menerima 38 paket pengerjaan. Semua paket tersebut diserahkan oleh Teuku Nara Setia, mantan Sekretaris Dinas Pendidikan Aceh. Pernyataan ini disampaikan Nuransyah setelah ditanya oleh Ketua Majelis Hakim, Zulfikar, di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Jumat, 18 Oktober 2024.
Nuransyah menjelaskan bahwa ia tidak pernah mengajukan penawaran untuk paket pengadaan wastafel tersebut, dan ia mengenal dekat Nara Setia. Ia menggambarkan hubungan mereka sebagai “seperti sahabat.” Meskipun demikian, Nuransyah menegaskan bahwa ia tidak memberikan fee kepada instansi tersebut, yang menjadi salah satu pertanyaan penting dalam persidangan ini.
Pernyataan Nuransyah juga diperkuat oleh saksi lain, Imran, yang mengaku meminta proyek dari Teuku Nara Setia. Imran menerima empat paket pengerjaan dan menyatakan bahwa ia juga tidak memberikan fee kepada dinas, kecuali untuk biaya administrasi yang terkait dengan kontrak.
Nama Teuku Nara Setia bukan satu-satunya yang muncul dalam sidang ini. Saksi Syifak Muhammad Yus, yang merupakan adik kandung Kautsar Muhammad Yus, orang dekat Bustami Hamzah mantan Kepala Badan Pengelola Keuangan Aceh, juga sering disebut. Bustami diketahui memiliki peran dalam pengaturan pelaksanaan pengadaan wastafel yang sedang diselidiki.
Saksi lain, Mursalin, mengungkapkan bahwa ia mendapatkan paket dari Syifak sebanyak 24 paket pengerjaan. Hal serupa diungkapkan oleh Herlin, yang menerima 36 paket pengerjaan dari Syifak. Herlin menceritakan bahwa pemberian paket tersebut bermula dari utangnya sebesar Rp 100 juta yang ia ajukan kepada Syifak.
“Dibilang tidak ada duit. Namun kemudian saya ditelepon dan dikasih pekerjaan. Saya bilang mau dan saya terima pekerjaan itu,” kata Herlin, menjelaskan bagaimana utang membawanya pada tawaran proyek tersebut.
Sidang ini berlangsung dengan kehadiran 19 dari 27 saksi yang telah dipanggil untuk bersaksi di pengadilan. Mereka terdiri dari kontraktor yang menerima paket pengadaan wastafel yang bermasalah. Sidang dipimpin oleh hakim Zulfikar, hakim R Deddy Harryanto, dan hakim Muhammad Jamil sebagai anggota.
Beberapa saksi lain yang hadir termasuk Fadhal Husen, Naufal Ramli, Irwansyah, Khairul Fajri, Muhammad, Teuku Narsyad, Bustami, Muhammad Syafii, Suprijal Yusuf, Razi, Imran, Nuransyah, Muslim Ibrahim, Feri Hermansyah, Mursalin, Herlin, Hendri Yuliadi, Teuku Izin, dan Syifak Muhammad Yus. Kehadiran mereka menandakan komitmen untuk mengungkap fakta dalam dugaan korupsi yang melibatkan sejumlah pejabat dan kontraktor.
Dugaan korupsi dalam pengadaan wastafel ini mengundang perhatian masyarakat dan media. Pengadaan barang dan jasa yang seharusnya bertujuan untuk meningkatkan fasilitas pendidikan justru terjerat dalam praktik korupsi yang merugikan negara dan masyarakat. Sidang ini diharapkan dapat mengungkap semua fakta dan membawa kejelasan atas dugaan pelanggaran yang terjadi.
Dengan kesaksian dari para kontraktor dan pihak-pihak terkait, diharapkan bahwa kasus ini dapat diselesaikan dengan adil dan transparan. Sidang ini tidak hanya mencerminkan bagaimana pengelolaan anggaran publik yang buruk dapat berujung pada praktik korupsi, tetapi juga bagaimana pentingnya sistem hukum yang kuat untuk menindaklanjuti kasus-kasus semacam ini.
Kesaksian lebih lanjut dari sisa saksi yang belum hadir diharapkan dapat memberikan gambaran utuh mengenai pengadaan wastafel di Dinas Pendidikan Aceh, serta membuka tabir dugaan korupsi yang mungkin melibatkan lebih banyak pihak. Keterbukaan dan kejujuran dalam memberikan keterangan di pengadilan akan menjadi kunci untuk mencapai keadilan dalam kasus ini.