Acehvoice.net – Jakarta, Menteri Hukum dan HAM Supratman Andi Agtas menegaskan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tidak melanggar konstitusi dalam merevisi Undang-Undang Pilkada (RUU Pilkada). Menurutnya, revisi yang dilakukan DPR sesuai dengan wewenang yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar (UUD) untuk pembentukan undang-undang.
Dalam pernyataannya di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, pada Rabu (21/8/2024), Supratman Andi Agtas menekankan bahwa DPR memiliki kewenangan konstitusional untuk membuat undang-undang, termasuk RUU Pilkada. “Saya rasa semua punya dasar. Siapa bilang DPR melakukan pembangkangan? Tugas konstitusional yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar kan membentuk UU,” ujarnya.
Supratman, yang juga mantan Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, mengakui adanya perbedaan pendapat dalam pembahasan RUU Pilkada. Namun, ia menegaskan bahwa segala keputusan yang diambil oleh DPR harus didasarkan pada hukum yang berlaku. “Perdebatan pasti akan selalu ada, tetapi yang penting adalah apakah pijakan-pijakan yang diambil itu memang memiliki dasar hukum,” tambahnya.
Menyusul pengesahan RUU Pilkada menjadi undang-undang, Supratman menyerahkan sepenuhnya kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menangani polemik yang mungkin timbul mengenai materi muatan. Ia menekankan bahwa setelah RUU Pilkada disahkan, undang-undang tersebut akan menjadi payung hukum dalam proses pencalonan kepala daerah. “Kalau nanti ini sudah diundangkan, maka itu akan menjadi dasar hukum untuk semua upaya dalam rangka pencalonan,” jelasnya.
Sebelumnya, isu pengaturan Pilkada 2024 kini berada di tangan KPU sebagai regulator teknis. Baleg DPR telah mengesahkan revisi terhadap UU Pilkada, meskipun keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) sebelumnya terkait ambang batas pencalonan dan syarat usia calon kepala daerah dianggap final dan mengikat. Keputusan ini menimbulkan pertanyaan tentang apakah KPU akan mengikuti keputusan MK atau menyesuaikan dengan revisi undang-undang yang baru disahkan.
Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti menyoroti dilema yang dihadapi oleh KPU. “KPU harus memutuskan: mengikuti putusan MK seperti yang mereka lakukan dengan pendaftaran Gibran Rakabuming sebagai calon wakil presiden pada Pilpres 2024, atau mengikuti revisi undang-undang dari DPR. Di sini kita bisa mengukur apakah KPU akan menjadi pembangkang konstitusi atau penjaga konstitusi,” ujar Bivitri dalam wawancaranya dengan Kompas.com pada Rabu (21/8/2024).
Keputusan KPU akan menjadi kunci dalam menentukan kepatuhan terhadap konstitusi dan penerapan undang-undang baru dalam pelaksanaan Pilkada mendatang.