Acehvoice.net – Pemerintah secara resmi membuka blokir anggaran senilai Rp86,6 triliun yang sebelumnya dicadangkan dari 99 kementerian/lembaga (K/L). Langkah ini dilakukan setelah pelaksanaan efisiensi anggaran sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 dinyatakan selesai.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menjelaskan bahwa Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah menyampaikan laporan kepada Presiden Prabowo Subianto pada 7 Maret 2025, bahwa Inpres tersebut telah dilaksanakan sepenuhnya. Atas dasar itu, Kementerian Keuangan meminta izin membuka kembali blokir anggaran untuk memperkuat fokus belanja kementerian/lembaga sesuai prioritas nasional.
“Nilai blokir yang telah dibuka mencapai Rp86,6 triliun dan kini bisa digunakan untuk belanja,” ujar Suahasil dalam konferensi pers APBN KiTa edisi April 2025.
Rincian pembukaan blokir tersebut terdiri dari Rp33,11 triliun untuk mendukung restrukturisasi 23 K/L baru di bawah Kabinet Merah Putih, dan Rp53,49 triliun untuk 76 K/L lainnya. Angka ini merupakan data hingga 25 April 2025.
Dengan terbukanya blokir anggaran ini, belanja kementerian dan lembaga mulai mengalami akselerasi sejak Maret 2025. Data Kementerian Keuangan menunjukkan, realisasi belanja K/L meningkat dari Rp24,4 triliun pada Januari menjadi Rp83,6 triliun di Februari, lalu melonjak signifikan menjadi Rp196,1 triliun di Maret—naik 372,4% dibandingkan Februari.
Total belanja negara hingga 31 Maret 2025 mencapai Rp620,3 triliun atau 17,1% dari target APBN 2025 sebesar Rp3.621,3 triliun. Dari jumlah itu, belanja pemerintah pusat (BPP) mencapai Rp413,2 triliun dan transfer ke daerah sebesar Rp207,1 triliun.
Sementara itu, pendapatan negara tercatat sebesar Rp516,1 triliun (17,2% dari target), dengan kontribusi terbesar berasal dari penerimaan pajak Rp322,6 triliun dan PNBP Rp115,9 triliun. Defisit anggaran per Maret tercatat Rp104,2 triliun atau 0,43% terhadap PDB.
Langkah membuka blokir anggaran ini diharapkan mampu mempercepat pelaksanaan program prioritas nasional dan memperkuat pertumbuhan ekonomi.