Acehvoice.net – Muntasir alias Age, adalah salah satu mantan kombatan GAM wilayah peureulak yang sampai detik ini tidak pernah mengkhianati Muallem.
Dari pertama terbentuk Partai Aceh, Age menjadi salah satu pilar tokoh GAM di Aceh Timur yang masih setia berada di dalam barisan partai lokal tersebut.
Sosok yang yang didapuk menjadi Panglima Daerah I Peureulak ini terkenal santun dan beretika. Tak ayal, sosok nya dikenal di setiap lapisan elemen masyarakat Aceh Timur, baik di kalangan ulama, tungku dayah, ataupun di kalangan cerdik pandai Aceh Timur.
Sosok nya yang hanya menamatkan sekolah menengah atas ini, punya pemikiran cerdas, rasional, dan bahkan banyak ide- ide briliannya dijadikan solusi untuk menyelesaikan persoalan di tubuh partai.
Disadari atau tidak, Age menjadi magnet tersendiri bagi seluruh mantan kombatan GAM di Aceh Timur, dia sangat peduli terhadap kehidupan kombatan GAM yang masih di hidup di bawah garis kemiskinan.
Dari raut wajah nya terlihat keihkhlasan dan pengorbanan begitu besar untuk meningkatkan taraf kehidupan bagi seluruh mantan martir GAM, karena bagi nya GAM adalah suatu simbol heroik dan saksi sejarah perlawan Aceh terhadap ketidakadilan pemerintah pusat.
Kesetiaannya terlihat dari pertama terbentuknya partai, dia tidak pernah melawan keputusan dan kebijakan Muallem selaku ketua umum. Pada tahun 2006, Muallem mendukung Muslim Hasballah dan Nasruddin Abu Bakar, Age bekerja memenangkan pasangan tersebut, kemudian periode 2012 dan 2017 karena perintah Muallem yang mengusung pasangan Hasballah M Thaib (Rocky) dan Syahrul bin Syamaun, Age kembali turun gunung mendukung pasangan tersebut.
Padahal, di tengah jalan kepemimpinan Rocky terjadi perselisihan antara dirinya dengan Rocky, namun karena perintah Muallem, Age kembali bekerja untuk memenangkan pasangan itu.
Tidak ada rasa kecewa apalagi keluar dari barisan Partai Aceh, karena baginya perintah Muallem itu peunutoh yang harus dilaksanakan.
Nah, untuk pilkada kali ini Muallem mendukung pasangan Iskandar Usman Al Farlaky dan T Zainal Abidin yang disingkat (AZAN), walaupun bukan dari kalangan kombatan, Age mendukung pasangan ini, karena yang pertama ini adalah perintah Muallem, yang kedua pasangan ini adalah intelektual muda Aceh Timur yang berasal dari aktivis GAM.
Secara substansi dia ingin membuktikan bahwa Partai Aceh bukan hanya milik GAM, tetapi partai ini milik semua rakyat Aceh, dan tentunya semua berhak untuk masuk dalam barisan partai perjuangan ini.
Dalam salah satu sambutan ia mengatakan “lon ingin partai nyo menjadi partai yang inklusif (terbuka), dan lon ingin, aneuk muda yang na potensi, untuk tamong lam partai nyo, dengan ta usung aneuk muda dalam pilkada nyo, menjadi patron bagi aneuk muda laen, bahwa partai nyo milik geutanyo bersama”.
Sikap keteguhan perjuangan yang ada dalam dirinya seharus nya menjadi contoh bagi para mantan kombatan lainnya. Bukan malah ketika pimpinan sudah memutuskan siapa yang di usung, kita melawan kebijakan itu dengan alih alasan yang tidak masuk akal. Pernah saya mendengar langsung pesan dari nya “lam prang manteng tanyo ta deungo peunutoh Muallem, peu loem lam damee”. Mungkin inilah sikap Martir yang sejati.
Perlu diketahui, semasa konflik melanda Aceh, banyak pemuda Aceh masuk GAM. Age adalah salah satu dari mereka yang merasa resah melihat keadaan Aceh saat itu, dan dia memutuskan untuk masuk dalam barisan pejuang Aceh, padahal umurnya saat itu tergolong sangat muda. Bukan hanya dia, dua adik kandungnya juga ikut dalam gerakan besutan Tgk Hasan Muhammad di Tiro tersebut. Bahkan dua adik nya itu meninggal dalam sebuah pertempuran di kawasan Peureulak.
Salah satu guru SMA-nya mengatakan bahwa Age adalah salah satu siswa yang sangat cerdas. “Dia murid yang sangat santun, patuh, dan cerdas”. Age menguburkan niatnya untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Dia masuk dalam barisan perjuangan angkatan bersenjatan Aceh Merdeka untuk melawan ketidakadilan.
Inilah sosok Age, pria yang sampai saat ini masih teguh berada dalam barisan Partai Aceh. Baginya Partai ini adalah kamuflase dari perjuangan bersenjata ke perjuangan politik.
(Penulis adalah pemerhati sosial dan politik di Aceh Timur yang menolak untuk dituliskan namanya).