Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran hingga kini tak kunjung dibahas DPR RI. Usia UU Penyiaran yang ada sekarang ini sudah 20 tahun. Karena itu, perlu dilakukan perubahan sesuai perkembangan zaman. Wakil Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis Almasyhari mengatakan, RUU Penyiaran sudah diusulkan pada periode DPR RI sebelumnya. Namun, sampai sekarang memang pembahasannya belum selesai. Bahkan, masih banyak tahapan yang harus dilalui. Kharis menambahkan, saat ini RUU Penyiaran baru masuk tahap persiapan akhir draf RUU yang ada di komisi I. Setelah draf selesai, komisi menyerahkannya kepada Badan Legislasi (Baleg) DPR RI. “Posisinya masih di komisi I,” kata Kharis dalam sebuah diskusi bertema RUU Penyiaran untuk Kedaulatan Bangsa dan Negara di Media Center DPR RI kemarin (7/3).
Setelah selesai dibahas di baleg, draf RUU Penyiaran itu dibawa ke rapat paripurna untuk ditetapkan sebagai RUU inisiatif DPR. Berikutnya, DPR mengirim surat ke presiden untuk membahas RUU tersebut bersama pemerintah. Jadi, proses yang harus dilalui masih cukup panjang. Sementara itu, Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Irsal Ambia mengatakan, UU 32/2022 tentang Penyiaran sudah berusia 20 tahun. UU bersangkutan merupakan salah satu produk reformasi di bidang pers dan penyiaran. “Sudah saatnya dilakukan perubahan,” papar Irsal yang hadir dalam diskusi kemarin. Menurut dia, banyak faktor yang menjadi alasan utama untuk memperbarui UU tersebut. Di antaranya, perkembangan teknologi yang berjalan sangat luar biasa. Teknologi penyiaran, teknologi komunikasi, teknologi telekomunikasi, dan teknologi lainnya berkembang pesat.
Irsal menyatakan, perkembangan teknologi telah mendisrupsi ruang penyiaran dan model-model penyelenggaraan penyiaran yang selama ini berjalan konvensional. “Semuanya berubah sangat drastis dengan keberadaan model dan sistem penyiaran berbasis internet, digital, dan sebagainya,” ungkapnya.