Acehvoice.net – Banda Aceh, Belum ada informasi resmi mengenai penyebab pasti dari kericuhan yang terjadi di lokasi aksi. Setelah gas air mata ditembakkan, sebagian besar mahasiswa berlarian menghindar dari area tersebut. Meskipun demikian, beberapa mahasiswa tetap bertahan di area sekitar gedung DPRA, menunjukkan tekad mereka untuk tetap menyuarakan aspirasi mereka.
Menurut pantauan Acehvoice.net, polisi memberikan batas waktu kepada para demonstran untuk membubarkan diri hingga pukul 21.00 WIB. Namun, meski telah diberikan waktu tersebut, massa masih belum membubarkan diri. Akibatnya, polisi terpaksa melakukan pembubaran paksa dengan mengerahkan personel dan mobil water canon untuk mengatasi situasi.
Dalam proses pembubaran tersebut, sejumlah peserta aksi tampak diamankan oleh aparat kepolisian. Jumlah pasti mereka yang diamankan belum diumumkan. Hingga saat ini, belum ada keterangan resmi dari pihak kepolisian mengenai tindakan yang diambil dan alasan di balik kericuhan tersebut.
Aksi unjuk rasa yang digelar oleh API-Demokrasi ini merupakan bagian dari upaya mereka untuk menolak revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada). Para mahasiswa dan elemen sipil yang terlibat merasa bahwa revisi tersebut dapat berdampak negatif terhadap demokrasi lokal. Oleh karena itu, mereka mengorganisir demonstrasi ini untuk menyampaikan penolakan mereka dan memastikan bahwa suara mereka didengar oleh pihak-pihak terkait.
Kericuhan yang terjadi menyoroti tantangan dalam penyampaian aspirasi publik dan penanganan unjuk rasa di tingkat lokal. Meskipun demikian, aksi seperti ini juga mencerminkan komitmen masyarakat untuk menjaga proses demokrasi dan transparansi dalam sistem pemilihan umum.
Pihak berwenang diharapkan segera memberikan klarifikasi terkait kericuhan ini dan tindakan yang diambil. Sementara itu, para demonstran terus menunjukkan tekad mereka untuk memperjuangkan hak-hak demokrasi dan memastikan bahwa revisi UU Pilkada tidak merugikan kepentingan rakyat