Acehvoice.net, Banda Aceh – Dalam acara Dialog Kajian Islami RRI Banda Aceh pada Jumat (28/2/2025), Ustad Riza Afrian Mustaqim, Wakil Ketua Pusat Studi Falak UIN Ar-Raniry, membahas sejarah perubahan kriteria hisab dan rukyat yang diterapkan pemerintah Indonesia. Pembahasan ini mengungkapkan pentingnya penyesuaian kriteria untuk memastikan rukyat yang berkualitas dan sesuai dengan kemashlatan umat.
“Tahun 1992, pemerintah membentuk kriteria imkanur rukyat agar tercapainya rukyat yang berkualitas (bagi kemashlatan umat),” ujar Ustad Riza. Mengutip dari situs Mahkamah Syari’ah Aceh, imkanur rukyat bisa dipahami sebagai mempertimbangkan kemungkinan penampakan hilal.
Pada tahun 1992, pemerintah Indonesia membentuk kriteria imkanur rukyat, yang bertujuan untuk memastikan kemungkinan penampakan hilal yang lebih akurat. Kriteria pertama yang dikenal dengan nama “Kriteria 238” mencakup tiga parameter penting: ketinggian hilal minimal 2 derajat, elongasi 3 derajat, dan umur bulan minimal 8 jam. Kriteria ini digunakan untuk menentukan awal bulan dalam penentuan kalender hijriyah, terutama untuk penentuan hari raya dan puasa.
Namun, seiring dengan perkembangan teknologi, teleskop canggih yang digunakan untuk memantau hilal kesulitan mendeteksi hilal pada ketinggian 2 derajat. Hal ini membuat pemerintah perlu mengevaluasi dan memperbarui kriteria tersebut untuk meningkatkan akurasi rukyat.
“Seiring waktu, terjadi transformasi kriteria di tahun 2021 yaitu perubahan ketinggian dan elongasi,” tambah Ustad Riza. Ketinggian yang awalnya 2 derajat menjadi 3 derajat, sementara elongasi yang awalnya 3 derajat menjadi 6,4 derajat.
Pada tahun 2021, terjadi perubahan signifikan dalam kriteria hisab dan rukyat. Ketinggian hilal yang awalnya 2 derajat diperbarui menjadi 3 derajat, dan elongasi yang awalnya 3 derajat diperpanjang menjadi 6,4 derajat. Perubahan ini berdasarkan hasil kesepakatan negara-negara MABIMS (Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura) yang bertujuan untuk meningkatkan keseragaman dalam pelaksanaan rukyat dan penentuan awal bulan di kawasan ASEAN.
Kriteria baru ini tidak hanya mempengaruhi penentuan hari raya dan puasa, tetapi juga menjadi dasar bagi penentuan awal bulan dalam perencanaan kegiatan keagamaan lainnya. Keputusan ini merupakan langkah penting dalam menjaga kesesuaian antara ilmu falak dan praktik agama Islam di Indonesia.
Secara keseluruhan, perubahan kriteria hisab dan rukyat ini mencerminkan adaptasi pemerintah Indonesia terhadap perkembangan teknologi dan kebutuhan umat, serta upaya menjaga kesepakatan internasional dalam penentuan waktu ibadah yang lebih tepat.


























