Acehvoice.net, Aceh Tamiang – Kecamatan Matangkuli di Kabupaten Aceh Utara baru-baru ini mengalami bencana alam yang berdampak serius bagi sektor pertanian. Sebanyak 153 hektare sawah yang ditanami padi di daerah tersebut sudah dinyatakan puso atau gagal panen akibat banjir yang melanda. Kondisi ini menciptakan kekhawatiran di kalangan petani dan pemerintah setempat, mengingat kawasan ini dikenal sebagai daerah yang rawan banjir setiap tahunnya.
Menurut data yang diperoleh dari Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten Aceh Utara, petugas Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT) melakukan pendataan luas sawah yang terdampak banjir pada 3 Oktober 2024. Hasil pendataan menunjukkan bahwa dari total 292 hektare luas tanam yang tersebar di 12 desa, sebanyak 183 hektare sawah mengalami dampak dari banjir.
Dari 183 hektare yang terdampak, 153 hektare dinyatakan telah mengalami gagal panen. Desa yang paling parah terkena dampak adalah Desa Meunje Pirak, dengan luas areal terendam mencapai 28 hektare. Selanjutnya, Desa Beuringen Pirak mengalami kerusakan pada 27 hektare, Desa Siren 19 hektare, dan Tumpok Barat 18 hektare. Desa Lawang, Alue Tho, Alue Euntok, dan Dayah Baro juga mengalami kerugian dengan luas areal terendam yang bervariasi.
Kepala Dinas Pertanian Aceh Utara, Erwandi, mengungkapkan bahwa tanaman padi yang terendam banjir selama lebih dari tiga hari berisiko besar mengalami kerusakan.
“Kalau sudah tiga hari terendam banjir, bisa puso,” ungkapnya pada Senin (16/10/2024).
Hal ini menandakan bahwa tanaman padi tidak dapat bertahan lama dalam kondisi terendam air, terutama yang baru saja siap tanam.
Dalam menghadapi situasi ini, Erwandi menyatakan bahwa pihaknya akan mengusulkan agar para petani yang terdampak bisa mendapatkan bantuan benih untuk penanaman kembali. Usulan tersebut diharapkan dapat membantu petani pulih dari kerugian yang dialami akibat bencana ini.
“Nanti kita akan mengusulkan agar mereka bisa mendapatkan bantuan benih untuk menanam kembali,” ujar Erwandi.
Salah satu masalah utama yang dihadapi petani di Aceh Utara adalah ketidaktersediaan asuransi untuk usaha tani. Saat ini, tidak ada petani yang terdaftar dalam program Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP). Akibatnya, ketika terjadi bencana seperti banjir, petani tidak menerima ganti rugi atau kompensasi dari perusahaan asuransi. Ini diperparah dengan fakta bahwa perusahaan asuransi konvensional yang sebelumnya ada di Aceh Utara telah pindah ke luar daerah setelah diterapkannya Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syari’ah.
Kondisi ini menciptakan tantangan tersendiri bagi petani, yang kini berharap agar perusahaan asuransi syariah segera hadir di Aceh Utara sebagai pengganti. Tanpa adanya perlindungan asuransi, petani terpaksa menanggung seluruh kerugian yang timbul akibat bencana alam, yang dapat berujung pada masalah ekonomi yang lebih luas di komunitas pertanian.
Kawasan Kecamatan Matangkuli yang setiap tahun mengalami banjir memerlukan perhatian lebih dari pemerintah dan lembaga terkait. Penanganan yang lebih baik terhadap infrastruktur, sistem drainase, serta dukungan dalam bentuk asuransi bagi petani menjadi sangat penting untuk mengurangi dampak bencana di masa mendatang.
Dengan situasi yang semakin mendesak, harapan akan dukungan pemerintah dan lembaga terkait sangat diantisipasi oleh petani lokal. Bantuan benih dan program pemulihan pasca-bencana diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi pertanian di Aceh Utara, serta membantu petani bangkit kembali dari kerugian yang dialami.
Banjir yang melanda Kecamatan Matangkuli bukan hanya merupakan masalah pertanian, tetapi juga mencerminkan tantangan besar dalam pengelolaan sumber daya alam dan perlindungan ekonomi petani. Melalui langkah-langkah preventif dan dukungan yang memadai, diharapkan bencana serupa dapat diminimalisir di masa depan, sehingga ketahanan pangan di daerah ini dapat terjaga.