Oleh : M. Aidil Aqshar (Mahasiswa Ilmu Politik USK)
Acehvoice.net – Pertambangan galian C atau bahan tambang batuan seperti batu, kerikil, dan pasir merupakan salah satu sektor penting dalam mendukung pembangunan infrastruktur. Namun, di balik manfaat ekonomi yang diperoleh, seringkali terdapat praktik-praktik ilegal yang mencederai prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.
Salah satu contohnya adalah kasus tambang galian C ilegal di Kecamatan Tangse, Kabupaten Pidie, Aceh. aktivitas penambangan di aliran sungai wilayah tersebut masih berjalan hingga saat ini. Bahkan, materialnya dipasok untuk proyek-proyek besar seperti Waduk Rukoh dan jalan tol.
Keberadaan tambang ilegal ini menimbulkan kekhawatiran lingkungan seperti kerusakan struktur aliran sungai, erosi tanah, pendangkalan sungai, hingga penurunan kualitas air yang berdampak pada ekosistem sekitar dan ketersediaan air bersih.
Selain itu, aktivitas ini juga berpotensi merusak infrastruktur jalan di sekitar lokasi penambangan dan memicu konflik dengan masyarakat sekitar.
Namun di sisi lain, material galian C yang dihasilkan digunakan untuk proyek-proyek besar seperti Waduk Rukoh dan jalan tol yang memiliki manfaat besar bagi masyarakat Aceh dalam penyediaan air baku, pengendalian banjir, serta meningkatkan konektivitas dan pertumbuhan ekonomi.
Dilema ini mencerminkan paradoks pembangunan yang sering dihadapi negara berkembang, di mana pembangunan infrastruktur dan proyek-proyek besar sangat dibutuhkan, namun seringkali mengabaikan aspek lingkungan dan kelestarian sumber daya alam.
Untuk mengatasinya, diperlukan upaya komprehensif dan kolaboratif dari berbagai pihak. Pemerintah harus tegas menegakkan aturan dan memberikan sanksi bagi pelaku tambang ilegal, serta memastikan proyek-proyek besar menggunakan material dari tambang legal dan ramah lingkungan.