Acehvoice.net, Banda Aceh – Direktur Eksekutif Apel Green Aceh, Rahmad Syukur, mendesak Penjabat Bupati Nagan Raya, Iskandar, untuk segera mengevaluasi kinerja Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Nagan Raya. Permintaan ini muncul setelah Rahmad menilai bahwa instansi tersebut belum bekerja dengan maksimal, terutama dalam menangani isu-isu lingkungan.
“Contohnya, banyak kasus dugaan pencemaran sungai yang hingga kini belum terselesaikan. Dinas ini terkesan diam seribu bahasa. Oleh karena itu, evaluasi dari pimpinan (bupati) sangat diperlukan,” ungkap Rahmad Syukur dalam pernyataannya pada Rabu, 16 Oktober 2024.
Menurutnya, DLHK memiliki peran penting sebagai ujung tombak dalam melaksanakan amanah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021. Namun, ia menyayangkan bahwa banyak amanah dalam peraturan tersebut yang belum dijalankan dengan optimal oleh DLHK Nagan Raya.
Rahmad juga menyoroti kurangnya transparansi publikasi dari DLHK. Ia mencatat bahwa hasil tes laboratorium terkait pencemaran tidak diumumkan ke publik, yang menurutnya melanggar hak asasi manusia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) Pasal 28 dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. “Setiap instansi harus bekerja dengan transparan, karena mereka digaji oleh negara, bukan dana pribadi,” tegasnya.
Di samping itu, Rahmad menyoroti dugaan bahwa salah satu perusahaan di daerah tersebut telah melakukan konstruksi tanpa memiliki analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) yang sah. “Apakah dinas tersebut mengetahui bahwa mereka sudah memiliki AMDAL atau tidak? Ini adalah tanda kemunduran karena pemerintah terkesan tidak melakukan pengawasan terhadap investasi yang dilakukan sembarangan,” tambahnya.
Rahmad mendesak agar Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan dievaluasi. Jika mereka tidak mampu bekerja sesuai dengan tugasnya, mengganti pejabat di instansi tersebut bisa menjadi solusi yang tepat untuk memastikan pengawasan terhadap lingkungan tetap berjalan. “Sebagai contoh, terkait masalah pencemaran yang terjadi pada 17 Agustus 2023, hingga kini belum ada kejelasan, padahal hasil lab sudah ada. Kenapa tidak ditindak sesuai dengan peraturan yang berlaku?” tuturnya.
Ia juga menyoroti kasus pada 3 Oktober 2023, yang hingga kini tidak ada kejelasan, dan hasil lab tidak dipublikasikan. “Apakah mereka ingin berdalih bahwa hasil lab dikecualikan? Keputusan ini telah dibatalkan oleh Komisi Informasi Aceh dan diperkuat oleh keputusan PTUN Banda Aceh Nomor 9/G/KI/2024/PTUN.BNA,” jelasnya.
Lebih lanjut, Rahmad mencatat adanya surat dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Republik Indonesia Wilayah Aceh, yang berisi saran dan tindak lanjut terkait dugaan pencemaran. Namun, sekali lagi, tidak ada tanggapan dari pemerintah. “Pasal 71 dan 72 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyebutkan bahwa pemerintah wajib dan bertanggung jawab dalam melindungi, menegakkan, dan memajukan HAM warga negaranya,” ujarnya.
Melihat kondisi ini, Rahmad Syukur menekankan pentingnya langkah konkret dari pemerintah dan DLHK Nagan Raya dalam mengatasi masalah lingkungan dan memastikan transparansi dalam pengelolaan informasi. Hanya dengan evaluasi dan tindakan nyata, kepercayaan masyarakat terhadap instansi terkait dapat terbangun kembali.