Acehvoice.net – Peran kombatan GAM dalam kencah perpolitikan Aceh masih sangat kental, ini terbukti dari perolehan kursi partai aceh yang notabene nya di isi oleh tokoh dan aktivis GAM yang sebelum nya 18 kursi menjadi 20 kursi. Artinya, tingkat kepercayaan rakyat terhadap Partai Aceh terus bertambah.
Melihat peta politik di Aceh hari ini semakin seru, sosok Muallem menjadi rebutan bagi partai nasional dan partai lokal yang ingin mengajukan calon wakil gubernur untuk mendampingi mantan panglima GAM tersebut. Namun, begitulah politik, selalu ada desas desus yang menjadi pembanding one of the top Muallem. Para pengamat mulai menerka- nerka siapa calon yang bisa menjadi lawan muallem di pilkada nantinya.
Desas desus tersebut juga terjadi di tingkat kabupaten/ kota. Seperti Aceh Timur, Partai Aceh secara “de facto” sudah mengajukan Iskandar Usman Al – Farlaky sebagai Bacabup dan T. Zainal Abidin sebagai Bacawabup. Dari segi popularitas sosok Al Farlaky bukan hanya dikenal di Aceh Timur, tapi dia dikenal di seantero Aceh, mungkin karena kevokalannya selama 10 tahun di DPR Aceh dalam memperjuangkan aspirasi masyarakat dan menjadi warna tersendiri dalam pergolakan politik Aceh. Dan lagi, begitulah politik, selalu ada siasat dan hasrat yang buruk untuk menjatuhkan martabat seseorang.
Sikap culas dan rasa takut dalam bersaing menjadikan seseorang melakukan tindakan yang di luar kewajaran etika politik ketimuran.
Sehingga muncul rasa pesimis dengan menghalalkan segala cara untuk membungkam lawan politik nya yang di anggap berbahaya. Mental seperti ini muncul biasanya karena ada politisi yang punya prospek menjanjikan dan di proyeksikan memenangkan pertarungan pilkada.
Tampaknya pembunuhan karakter dalam politik tidak akan berkembang dan tidak tumbuh subur di lahan yang berupa publik, khususnya masyarakat Aceh Timur tingkat kemelekan politiknya sangat tinggi. Itu sebabnya, pendidikan politik menjadi bagian dari pencerahan bagi masyarakat agar melek politik menjadi agenda penting untuk sampai ke masyarakat awam benar-benar tercerahkan.
Dari segi elekstabilitas, nama Al farlaky kian kokoh, mungkin itu di sebabkan pengaruh nya yang sampai ke akar rumput, bahkan ada orang di sana mengatakan “Al farlaky menye di Aceh Timur, jangankan ureung, tiang listrek pih dituri jih”, begitulah kira- kira ketenaran lakap “Al farlaky” di tengah- tengah masyarakat. Bahkan bagi kaula muda lakap Al Farlaky sudah menjadi sebuah nuansa “heroik” kedaerahaan.
Bahkan bocoran dari salah satu pengurus parpol di Aceh, dari survey internal mereka, nama Al Farlaky terus memuncaki urutan paling atas. Nah, sampai disini kita dapat menyimpulkan, beredarnya isu- isu miring yang bertujuan merusak citra dan karakter nya tidak berpengaruh sama sekali, ini mungkin terjadi karena kedewasaan politik masyarakat Aceh Timur yang sudah matang, ada harapan bahwa pembunuhan politik secara perlahan akan terkikis karena publik setidaknya akan bisa membedakan mana perkara politik substansial dan mana yang hanya merupakan perkara artifisial (buatan).
Kita semua berharap, para elit politik harus sadar, bahwa pembunuhan karakter tak lagi menjadi strategi ampuh untuk menjatuhkan lawan politik, dan mereka pun pada akhirnya akan berpikir untuk bertarung dengan mengandalkan pilihan program, ide, gagasan dan kebijakan yang menarik bagi masyarakat.
**Penulis Mulyana, warga Julok, Kabupaten Aceh Timur**Semua isi tulisan menjadi tanggungjawab penulis.[]