Acehvoice.net, Banda Aceh – Museum Tsunami Aceh yang megah berdiri di Kota Banda Aceh bukan sekadar bangunan biasa. Museum ini berfungsi sebagai monumen penting yang mengenang gempa bumi dan tsunami dahsyat yang melanda Aceh pada 26 Desember 2004. Pada pagi itu, tepat pukul 07.58 WIB, gempa berkekuatan 9,3 skala Richter mengguncang Aceh, memicu tsunami yang menyapu bersih wilayah pesisir, menyebabkan kerusakan yang meluas dan merenggut banyak nyawa.
Aceh merupakan salah satu daerah yang paling parah terkena dampak, bersanding dengan negara-negara lain seperti Sri Lanka, Thailand, dan India. Museum ini diresmikan pada 23 Februari 2009 dan dirancang oleh arsitek Ridwan Kamil, yang meraih penghargaan dalam sayembara desain internasional pada tahun 2007 untuk memperingati peristiwa tsunami tersebut.
Museum Tsunami Aceh tidak hanya berfungsi sebagai tempat mengenang bencana, tetapi juga sebagai pusat edukasi tentang kebencanaan dan lokasi evakuasi darurat. Terletak di Jalan Sultan Iskandar Muda No. 3, Gampong Sukaramai, Kecamatan Baiturrahman, museum ini berada hanya beberapa menit dari Masjid Baiturrahman, menjadikannya mudah diakses oleh pengunjung.
Pengunjung yang ingin memasuki museum dikenakan tiket masuk yang akan menjadi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Harga tiket ditetapkan sebesar Rp3.000 untuk anak-anak dan pelajar, Rp5.000 untuk umum, serta Rp15.000 untuk turis mancanegara. Museum ini buka setiap hari kecuali Jumat, mulai pukul 09.00 hingga 16.00 WIB.
Setelah membeli tiket, pengunjung akan memulai perjalanan dengan menyusuri Lorong Tsunami. Di lorong ini, suasana gelap dan suara gemuruh air menciptakan atmosfer yang menggambarkan kedahsyatan tsunami yang melanda Aceh. Sensasi ini memberikan gambaran nyata tentang kekuatan alam yang tidak terhindarkan.
Setelah melewati lorong tersebut, pengunjung akan tiba di Ruangan Renungan Hall. Di ruangan ini, suasana yang tenang dan khusyuk menciptakan ruang bagi pengunjung untuk merenung dan mengenang para korban bencana. Ilustrasi besar menggambarkan peristiwa tsunami, mengajak setiap orang untuk merenungkan tragedi yang telah terjadi.
Selanjutnya, pengunjung akan diajak ke Ruang Sumur Doa, tempat yang sunyi dan penuh haru, di mana dinding-dindingnya dipenuhi nama-nama korban tsunami. Cahaya yang masuk dari langit-langit memberikan harapan di tengah kesedihan, menciptakan momen emosional bagi siapa pun yang berkunjung.
Pengunjung kemudian akan melangkah ke Ruangan Kebingungan, yang merepresentasikan kekacauan dan ketidakpastian yang dialami masyarakat saat tsunami terjadi. Lorong-lorong sempit dengan pencahayaan temaram membuat kita merasakan paniknya situasi saat itu, salah satu bagian paling menyentuh dari museum.
Perjalanan berlanjut ke Jembatan Harapan, yang dipenuhi bendera-bendera dari berbagai negara sebagai simbol solidaritas global yang mendukung Aceh setelah tsunami. Ini bukan sekadar simbol, tetapi bukti nyata bahwa di saat-saat sulit, dunia bisa bersatu untuk saling membantu.
Setelah melewati Jembatan Harapan, pengunjung akan sampai di Ruangan Pameran Gajah. Pameran ini menyoroti peran penting gajah-gajah Aceh dalam proses pemulihan pasca-bencana, yang membantu membersihkan puing-puing dan mengevakuasi korban.
Kemudian, pengunjung akan mengunjungi area Pameran Foto, yang menampilkan foto-foto kehidupan masyarakat Aceh sebelum, selama, dan setelah tsunami. Setiap foto mengisahkan perjuangan dan kebangkitan masyarakat Aceh, memberikan pandangan mendalam tentang bagaimana mereka mampu bangkit dari reruntuhan.
Bagian terakhir dari tur adalah Pameran Tetap, yang menampilkan artefak dan visual terkait gelombang tsunami. Di sini, pengunjung dapat melihat barang-barang yang selamat dari bencana, seperti sepeda motor, jam, miniatur masjid, dan kapal apung. Semua benda ini menjadi saksi bisu dari kehancuran yang disebabkan oleh tsunami dan semangat masyarakat Aceh untuk membangun kembali kehidupannya.
Setelah menyelesaikan tur, banyak pengunjung yang merasakan kesan mendalam. Syahrol dari Aceh Singkil mengatakan,
“Saya dengar dari teman-teman bahwa museum ini penuh sejarah, jadi saya ingin membawa anak-anak dan keluarga ke sini,” Pengujung
Rata-rata pengunjung datang bersama keluarga untuk memberikan edukasi tentang tsunami 2004. Fajriadi, pengunjung lain dari Lhoksukon, menambahkan,
“Museum ini menjadi pelajaran berharga untuk kita semua. Berada di sini membuat saya mengenang kembali bagaimana saudara-saudara kita mengalami bencana tsunami.” Kata Fajriandi.
Museum Tsunami Aceh bukan hanya menceritakan masa lalu, tetapi juga memancarkan semangat kebangkitan. Setiap ruang di museum ini mengisahkan kekuatan, solidaritas, dan kemanusiaan. Bagi siapa pun yang ingin memahami betapa dahsyatnya alam dan kekuatan manusia untuk bertahan, Museum Tsunami Aceh adalah tempat yang tepat. Museum ini mengajarkan pentingnya kesiapsiagaan menghadapi bencana dan berdiri sebagai simbol penghormatan dan peringatan.
Dengan koleksi artefak dan pameran yang mendalam, museum ini mengajak kita untuk merenungkan kekuatan manusia dalam menghadapi dan bangkit dari tragedi, memberikan pelajaran berharga untuk masa depan.